Senin, 18 November 2019

Perusahaan StartUp

Setiap pengusaha memiliki tujuan dan cita cita yang besar dengan bisnisnya, itulah salahsatu hal yang membuat para pengusaha baru yang baru memulai usahanya untuk bersemangat merealisasikan passionnya dalam berusaha. Usaha yang baru mulai itu biasanya disebut dengan perusahaan StartUp, ini adalah sebutan yang lazin dilekatkan pada perusahaan yang baru mulai tersebut. Dari model perusahaan StartUp yang tumbuh saat ini yang paling populer adalah perusaan Fintech, Yaitu perusahaan Financial Technology yaitu perusahan keuangan yang berbasiskan teknologi, biasanya adalah perusahaan peminjaman online, namun ada pula yang berupa perusahaan pelayanan pembayaran, namun pada dasarnya semuanya adalah perusahaan yang berkaitan dengan keuangan.

Perusahaan StartUp tidak selalu menawarkan jasa yang sifatnya high tech (teknologi tinggi) adapula yang menawarkan jasa sederhana bahkan hanya perantara saja, namun biasanya dilakukan dengan mengkombinasikan usahanya dengan teknologi sehingga memiliki additional value yaitu menjadi mudah diases oleh siapapun yang memiliki sarananya. Sarana disini adalah Smart Phone yang saat ini merupakan suatu barang pribadi yang dimiliki hampir semua orang, sehingga ini menjadi potensi yang sangat baik untuk melakukan promosi dengan data yang akurat.

Tidak perlu jasa yang muluk-muluk untuk memulainya, cukup dengan pelayanan atas jasa yang sederhana dan dibutuhkan serta memudakan keidupan maka datanglah pengguna aplikasi dari startup tersebut yang pada usaha konvensional kita kenal sebagai costumer, pelanggan atau client. 

Bentuk perusahaan dari perusahaan StartUp ini biasanya adalah Perseroan Terbatas (PT) namun tidak menutup kemungkinan dalam bentuk comanditer venootschap (CV) namun hal tersebut tidak lazim di lakukan menurut kebiasaannya, pemilihan bentuk usaha ini biasanya ditentukan dari kegiatan apa yang dilakukan oleh perusahaan start up ini karena ada yang mempersyaratkannya dalam bentuk PT dan ada juga yang terbuka untuk CV.

Perusahaan Startup yang tumbuh saat ini memiliki kelebihan yang unik, karena beberapa hal yang berbeda penerapannya pada perusahaan pada umumnya, selain itu ternyata ada juga kekurangan yang membuatnya menjadi terbatas sehingga tidak dapat disamakan penanganannya dengan perusahaan konvensional. Mengenai hal tersebut akan dibahas kemudian dalam artikel lainnya dalam blog ini.

Jumat, 08 Maret 2019

Asas Pemisahan Horizontal Atas Tanah

Hukum adat merupakan suatu sumber hukum yang banyak memberikan konsep pada hukum agraria di Indonesia, dari bagaimana caranya bertransaksi jual beli, bagaimana caranya bersepakat, serta bagaimana posisi hak atas tanah dan bangunan ditentukan.

Kalau diperhatikan pada zaman dahulu masyarakat banyak yang memiliki rumah-rumah panggung atau rumah adat, yang terbuat dari kayu nan kokoh namun memungkinkan untuk diangkat. Hal ini membuat masyarakat menjadi lebih mudah untuk mengatur tata letak rumahnya dengan bagunan lainnya sesuai dengan adab dan adatnya. Norma kesopanan dan nilai tatakramah yang baik sangat di junjung oleh masyarakat adat, sehingga tata desain dan juga posisi sangat diperhatikan oleh masyarakat hukum adat.

Pada masayarakat hukum adat, hak kepemilikan atas tanah menjadi suatu perhatian yang serius, beberapa adat ada yang mengenal kepemilikan atas nama perorangan dalam adatnya, namun ada pula hak kepemilikan yang hanya dimiliki atas nama suku adat tertentu atau yang biasa disebut dengan kepemilikan komunal. Kepemilikan komunal ini lebih menjurus pada nilai kepemilikan bersama yang mana memungkinkan anggota suatu adat untuk mengolah tanahnya dengan aturan adat tertentu namun mempersempit ruang bagi masyarakat adat untuk mengalihkan hak penguasaan atas tanahnya.

Masyarakat adat, pada umumnya melihat tanah sebagai suatu hal yang terpisah dari apa yang ada diatasnya, karena secara filosofis masyarakat adat melihat bawa tanah adalah sesuatu yang sakral, bahkan beberapa adat ada yang mengatakan bahwa tanah adalah "IBU" saking sakralnya masyarakat hukum adat menghargai tanahnya.

Kebiasaan melihat tanah sebagai suatu objek yang terpisah dari objek yang ada diatasnya, membuat perkembangan hukum nasional mengikuti nilai-nilai konsep yang ada pada perspektif  masyarakat hukum adat ini. Dimana Undang-Undang Pokok Agraria-pun (UUPA) mengakui bahwa ada pemisahan antara objek yang ada diatas tanah dengan tanah itu sendiri. Maka inilah maksud dari "Asas Pemisahan Horizontal" yaitu asas yang memisahkan antara tanah dan objek yang berada diatas tanah.

Implementasi dari asas ini adalah, ketika ada suatu transaksi pengalihan hak yang dilakukan atas tanah maka tidak serta merta secara otomatis benda-benda apa yang ada diatas tanah tersebut ikut menjadi objek peralihan hak yang mana artinya jika tidak disebutkan maka benda tersebut tidah ikut dalam objek peralihan hak. Penyebutan benda-benda diatas tanah ini menjadi suatu hal yang wajib pada akhirnya, karena ada konsekuensi hukum yang harus dijalankan, yaitu apakah benda tersebut harus dikembalikan kepada empunya ataupun dapat diambil sendiri oleh pemilikinya.

Di zaman dahulu konsep ini dimaksudkan oleh masyaakat hukum adat untuk mengalihkan hak atas tanahnya dari seseorang ke orang lain ataupun dari suatu suku ke suku lainnya berdasarkan kesepakatannya, dimana peralihan ini tidak selalu mengalihkan hak tanah beserta isinya, namun juga terkadang yang dialihkan hanya hak atas tanahnya saja, sedangkan benda lain yang ada diatasnya diangkut ke tanah miliknya/ yang masih dikuasainya, dan tak jarang rumah panggung yang akan dipindahkan biasanya akan diangkut secara gotong royong oleh seluruh masyarakat adatnya. 

Hal ini sangat Unik bukan ? Begitulah aturan tercipta dan mejadi sebuah kebiasaan yang nilainya dekat dengan hati kita sebagai suatu bangsa karena diangkat dari kearifan adat.

Senin, 18 Februari 2019

Hak Cipta

Kalau kita membahas suatu perlindungan atas suatu intangible things berupa buku, lagu, karya seni, software dan film maka ingatan kita langsung akan tertuju pada suatu hal yang di sebut Hak Cipta.
Perlindungan dari hak cipta ini simple-nya ada 2 (dua) hal, yang pertama hak moral dan yang kedua adalah hak ekonomis atas ciptaan tersebut.

Kalau kita lihat penjabarannya yang ada dalam UU No 28 tahun 2014 yaitu undang-undang tentang Hak Cipta, pada pasal 1 ayat 1 maka "Hak Cipta itu adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan di wujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan peraturan perundang undangan yang berlaku." Maka penjeladan dalam undang undang ini dapat ditarik kesimpulan bahwa  eksistensi Hak Cipta ini pada dasarnya terjadi secara natural, buka karena adanya pendaftaran, namun hal tersebut harus melalui melakukan suatu deklarasi yang di lakukan oleh yang menciptakannya.

Hak Cipta jika dilihat maka sesungguhnya perlindungan yang di laksanakan memiliki jangka waktu yang panjang, dimana jangka waktunya adalah seumur hidup penciptanya ditambah 70 tahun setelah wafatnya sang pencipta.

Terkadang terdapat pertanyaan mengapa salah satu property right dari intangible things ini dikatakan sebagai suatu aset yang berharga, maka jawabannya adalah karena pada dasarnya hak ini memiliki nilai ekonomis yang dapat diukur dengan uang, dan Hak atas Ciptaan tersebut dapat dialihkan bahkan dijadikan sebagai suatu janimam yaitu dengan konsep fidusia.