Jumat, 08 Maret 2019

Asas Pemisahan Horizontal Atas Tanah

Hukum adat merupakan suatu sumber hukum yang banyak memberikan konsep pada hukum agraria di Indonesia, dari bagaimana caranya bertransaksi jual beli, bagaimana caranya bersepakat, serta bagaimana posisi hak atas tanah dan bangunan ditentukan.

Kalau diperhatikan pada zaman dahulu masyarakat banyak yang memiliki rumah-rumah panggung atau rumah adat, yang terbuat dari kayu nan kokoh namun memungkinkan untuk diangkat. Hal ini membuat masyarakat menjadi lebih mudah untuk mengatur tata letak rumahnya dengan bagunan lainnya sesuai dengan adab dan adatnya. Norma kesopanan dan nilai tatakramah yang baik sangat di junjung oleh masyarakat adat, sehingga tata desain dan juga posisi sangat diperhatikan oleh masyarakat hukum adat.

Pada masayarakat hukum adat, hak kepemilikan atas tanah menjadi suatu perhatian yang serius, beberapa adat ada yang mengenal kepemilikan atas nama perorangan dalam adatnya, namun ada pula hak kepemilikan yang hanya dimiliki atas nama suku adat tertentu atau yang biasa disebut dengan kepemilikan komunal. Kepemilikan komunal ini lebih menjurus pada nilai kepemilikan bersama yang mana memungkinkan anggota suatu adat untuk mengolah tanahnya dengan aturan adat tertentu namun mempersempit ruang bagi masyarakat adat untuk mengalihkan hak penguasaan atas tanahnya.

Masyarakat adat, pada umumnya melihat tanah sebagai suatu hal yang terpisah dari apa yang ada diatasnya, karena secara filosofis masyarakat adat melihat bawa tanah adalah sesuatu yang sakral, bahkan beberapa adat ada yang mengatakan bahwa tanah adalah "IBU" saking sakralnya masyarakat hukum adat menghargai tanahnya.

Kebiasaan melihat tanah sebagai suatu objek yang terpisah dari objek yang ada diatasnya, membuat perkembangan hukum nasional mengikuti nilai-nilai konsep yang ada pada perspektif  masyarakat hukum adat ini. Dimana Undang-Undang Pokok Agraria-pun (UUPA) mengakui bahwa ada pemisahan antara objek yang ada diatas tanah dengan tanah itu sendiri. Maka inilah maksud dari "Asas Pemisahan Horizontal" yaitu asas yang memisahkan antara tanah dan objek yang berada diatas tanah.

Implementasi dari asas ini adalah, ketika ada suatu transaksi pengalihan hak yang dilakukan atas tanah maka tidak serta merta secara otomatis benda-benda apa yang ada diatas tanah tersebut ikut menjadi objek peralihan hak yang mana artinya jika tidak disebutkan maka benda tersebut tidah ikut dalam objek peralihan hak. Penyebutan benda-benda diatas tanah ini menjadi suatu hal yang wajib pada akhirnya, karena ada konsekuensi hukum yang harus dijalankan, yaitu apakah benda tersebut harus dikembalikan kepada empunya ataupun dapat diambil sendiri oleh pemilikinya.

Di zaman dahulu konsep ini dimaksudkan oleh masyaakat hukum adat untuk mengalihkan hak atas tanahnya dari seseorang ke orang lain ataupun dari suatu suku ke suku lainnya berdasarkan kesepakatannya, dimana peralihan ini tidak selalu mengalihkan hak tanah beserta isinya, namun juga terkadang yang dialihkan hanya hak atas tanahnya saja, sedangkan benda lain yang ada diatasnya diangkut ke tanah miliknya/ yang masih dikuasainya, dan tak jarang rumah panggung yang akan dipindahkan biasanya akan diangkut secara gotong royong oleh seluruh masyarakat adatnya. 

Hal ini sangat Unik bukan ? Begitulah aturan tercipta dan mejadi sebuah kebiasaan yang nilainya dekat dengan hati kita sebagai suatu bangsa karena diangkat dari kearifan adat.